Merasa Ditindas, Masyarakat Desa Kuala Tolak,Laporkan Koperasi LAB dan PT KAL di Polda Kalbar

oleh -472 Dilihat

Jalurlangit.id | PONTIANAK KALBAR – Masyarakat Desa Kuala Tolak, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Herman Hofi Law, resmi melaporkan Ketua Koperasi Lestari Abadi Bersama (LAB) dan PT Kayung Agro Lestari (PT KAL) ke Polda Kalimantan Barat pada Sabtu, 2 November 2024. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan ketidaksesuaian realisasi pembagian lahan plasma dengan perjanjian yang sebelumnya telah disepakati antara pihak perusahaan dan masyarakat setempat.

Direktur LBH Herman Hofi Law, Dr. Herman Hofi Munawar, menyatakan bahwa perkara ini merupakan bentuk pengaduan masyarakat yang membutuhkan kepastian hukum. Herman akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas untuk memastikan hak masyarakat Desa Kuala Tolak tidak terabaikan.

“Kami akan mengusut kasus ini hingga terang benderang. Kasus ini sudah lama, masyarakat merasa termarginalkan dan terintimidasi oleh pihak koperasi dan perusahaan. Setelah pendalaman, kami menemukan adanya unsur pidana yang harus ditindaklanjuti,” ujar Herman.

Menurut Herman, beberapa aspek dalam pengelolaan koperasi perkebunan LAB dianggap tidak transparan. Koperasi, yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan anggotanya, dinilai gagal memenuhi kewajiban tersebut. Ia juga menduga adanya indikasi penyelewengan dana yang seharusnya menjadi hak para anggota koperasi.

Selain itu, Herman Hofi juga menyoroti peran PT KAL, yang diduga melakukan berbagai penyimpangan, termasuk mengoperasikan lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) yang merugikan masyarakat dan negara.

“Selain merugikan masyarakat, operasi di luar HGU merugikan negara karena ada potensi kehilangan pendapatan dari pajak,” jelasnya.

Sebelumnya, LBH telah mengajukan somasi kepada koperasi dan perusahaan dengan harapan adanya upaya penyelesaian di luar jalur hukum, namun somasi tersebut tidak direspons. Langkah hukum pun akhirnya ditempuh dengan harapan kepastian hak masyarakat dapat terpenuhi.

Jakpar, selaku mantan Desa Kuala Tolak periode 2013-2019 menceritakan kasus ini berawal dari perjanjian pada 2012, saat Desa Kuala Tolak memberikan lahan seluas 4.322,96 hektar kepada PT KAL. Namun, ketidaksesuaian mulai muncul saat lahan yang dijanjikan tidak dibagikan sesuai kesepakatan. Selain itu, kompensasi lahan seluas 518,48 hektar yang seharusnya diserahkan kepada desa hingga kini belum terealisasi.

Pembentukan Koperasi perkebunan LAB pada 2016 juga menimbulkan polemik. Koperasi yang masa kepengurusannya berakhir pada 2020 ini tidak memiliki Surat Keputusan baru hingga 2023, yang membuat status hukumnya dipertanyakan.

Kendati demikian, perjanjian kemitraan dengan PT KAL tetap dilanjutkan, bahkan hanya mencakup lahan 298 hektar dari 800 hektar yang seharusnya dialokasikan.

Jakpar juga beberkan terkait ketidakjelasan dana talangan yang diberikan kepada anggota koperasi. Sejak 2021, anggota koperasi hanya menerima dana antara Rp 100.000 hingga Rp 300.000 per tahun, yang bukan berasal dari hasil kebun plasma. Pada 2024, dana talangan sebesar Rp 311.410.000 dibagikan kepada 1.216 anggota tanpa persetujuan rapat anggota, hingga menimbulkan dugaan adanya laporan keuangan fiktif.

Koperasi LAB juga dilaporkan memiliki utang sebesar Rp 26 miliar pada 2022, yang tidak jelas asal-usulnya. Berbeda dengan Koperasi Bina Satong Lestari (BSL) dan Laman Mayang Sentosa (LMS) yang berlokasi di desa tetangga, yang memiliki perjanjian pinjaman resmi dengan Bank Mandiri dan Bank OCBC NISP.

Pada Oktober 2024, Koperasi LAB mengajukan permohonan pertemuan dengan pihak terkait untuk mencari penyelesaian. Masyarakat berharap agar pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait segera turun tangan untuk mengatasi polemik ini dan memberikan kepastian atas hak masyarakat.

Tambahnya Dr. Herman Hofi Munawar menegaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat harus siap menghadapi proses hukum jika tidak segera melakukan tindakan untuk menuntaskan kasus ini. Dirinya selaku kuasa hukum menyatakan siap membuka pintu dialog jika pihak perusahaan maupun koperasi bersedia menyelesaikan masalah secara non-litigasi.

“Kami ingin ini ditangani serius agar masyarakat tidak lagi termarginalkan. Jangan sampai hak-hak mereka disingkirkan demi kepentingan pihak-pihak yang mencari keuntungan,” tegasnya Dr. Herman Hofi Munawar.(Red.JL)

Sumber : LBH Dr Herman Hofi Munawar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.