ARH Angkat Bicara soal Kisruh Kontroversi Ponpes Al-Zaytun

oleh -430 Dilihat

Jakarta- Beberapa pekan belakangan ini, ruang publik kembali di buat heboh dengan polemik pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Syekh Abdusalam Panji Gumilang Rasidi.

Panji Gumilang nama yang selalu viral di medsos akhir – akhir ini menjadi trending topik diberbagai pelosok negeri yang kita cintai.

Perihal makin kontroversialnya Ponpes pimpinan Syekh Panji Gumilang tersebut, akhirnya praktisi hukum dari ARH Law Kirm, Arif Rahman Hakim, SH., MH, angkat bicara.

Munculnya kontroversi terhadap Panji Gumilang berawal dari Shalat Idul Fitri 1444H yang penuh kontroversi, bercampurnya perempuan dalam shaf laki-laki, hadirnya pemeluk agama non Islam dalam barisan sholat, mazhab sukarno, sehingga yang belakangan ini soal Al- Qur’an bukan kalamullah, dan yang paling baru statement bahwa perempuan tidak harus dinikahi cukup di gauli dengan baik.

Kegaduhan-kegaduhan ini terus menyeruak di ruang publik jelang gelaran pesta demokrasi nasional, pemilu 2024, tentu hal ini mengkhawatirkan memantik konflik horizntal di masyarakat.

Arif Rahman Hakim, SH., MH, praktisi hukum dari ARH Law Firm pada saat dihubungi oleh Barometer99 melalui pesan whatsappnya mengatakan, persoalan Panji Gumilang ini sudah sejak lama terindikasi ter afiliasi NII (Negara Islam Indonesia), sudah banyak pemberitaan, kesaksian korban tapi seolah negara tidak berdaya atau setengah hati menyelesaikan ini.

Pada tahun 2002, MUI, mengatakan ada korelasi secara historis, antara kepemimpinan dan aliran keuangan antara Panji Gumilang dalam hal ini Ma’had Al-Zaytun dengan NII (Negara Islam Indonesia), tapi kenapa terkesan di biarkan. “Bahkan dalam statemennya MenkoPolhukam, Mahfud MD ada bukti dokumen akta pendirian Yayasan Al-Zaytun awalnya bernama yayasan NII”, kata pria kelahiran desa Bolo kecamatan Madapangga kabupaten bima biasa disapah dengan nama ARH, Jakarta, 10/7/23.

Kenapa lembaga adyaksa negara yang bahkan sekarang di beri kewenangan fungsi intelijen negara ini menjadi mandul?. Bahkan dalan UU 11 Tahun 2021, tentang perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia :
Pasal 30 B, dalam bidang intelijen & penegakan hukum, kejaksaan berwenang ;
(a). Menyelenggarakan fungsi penyelidikam. Pengamanan dan penanggulangan untuk kepentingan penegakan hukum.
(b). Melakukan kerjasama intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen dan atau dengan penyelenggara intelijen negara lainnya di dalam maupun luar negeri.
(c). Melaksanakan pengawasan multimedia.

“Point di atas semakin menunjukkan wewenang yang seharusnya dapat di laksanakan tapi tidak berjalan di kasus ini sehingga semua beban kesalahan seolah hanya kepada Mentri agama atau MUI saja”,terangya.

Ia mengatakan yang lebih bahaya dari pembiaran-pembiaran statement, orasi, pendapat, tausiyah yang menimbulkan kegaduhan di ruang publik ini oleh Panji Gumilang adalah karena di balut toleransi beragama.

Menurut ARH, jika di teliti lebih lanjut statemen-statement beliau dan praktek-praktek bersimbol keagamaan yang di praktekkan mengarah secara jelas kepada sinkretisme agama.

Sinkretisme agama, kata ARH, pencampuradukan berbagai unsur aliran atau faham keagamaan, alih-alih sebuah bentuk keseimbangan dan toleransi.

Fatalnya ini sebetulnya adalah bentuk Radikalisme dan akar kata radikalisme itu sendiri.

“Kita mengapresiasi sikap dan langkah yang sedang di lakukan pemerintah, meski terkesan lamban, karena harus menunggu terjadi desakan publik terlebih dahulu. Akan tetapi kita wajib mengawalnya sampai ada tindakan konkret dari pemerintah mengakhiri kegaduhan ini,” pungkasnya.(Red.JL)

(Syf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.