*Diduga Ada Ketidakadilan Hukum, Keluarga AH, dkk Menangis Histeris: “Kami Bukan Penjahat, Kami Hanya Cari Nafkah!”*

oleh -150 Dilihat

Foto : Korban kriminalisasi hukum dan Penasehat hukumnya

Tapanuli Selatan, 20 Oktober 2025, Sinkap.Info — Aroma ketidakadilan kembali mengembang di tubuh penegakan hukum wilayah Tapanuli Selatan. Empat warga Batunadua, Kota Padangsidimpuan — AH (50), RH (27), PEH (23), dan AAH (24) — Ayah dan 3 orang anaknya kini mendekam di tahanan Polres Tapanuli Selatan. Namun, di balik jeruji besi itu tersimpan kisah pilu yang kini mengguncang publik.

Keempatnya telah dilakukan penangkapan serta penahanan atas dugaan penganiayaan secara bersama – sama berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/32/I/2025/SPKT/POLRES TAPSEL/POLDA SUMUT Pelapor an. M.I.A. Batubara.

Sebelumnya sudah diajukan permohonan penangguhan penahanan/ tidak dilakukan penahanan / tahanan rumah terhadap AH,dkk namun diduga hal tersebut tidak dikabulkan.

Langkah hukum sesuai aturan perundang undangan kini diambil oleh Pusat Bantuan Hukum (PBH) Anak Bangsa Tabagsel, melalui kuasa hukumnya RHa Hasibuan, S.H., M. Oloan Daulay, S.H., dan Habib Lutfi Siregar, S.H. secara resmi mengajukan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Padangsidimpuan (21-10-2025) untuk menguji keabsahan penangkapan dan penahanan tersebut.

“Penangkapan terhadap AH, dkk diduga dilakukan secara tidak manusiawi dan tak beradab. Klien kami ditangkap dalam perjalanan saat hendak berjualan ke pekan pasar matanggor (leher AH dan RH dipiting dan dijepit hingga susah bernafas lalu dibawa dan diturun paksakan dari kenderaannya). Surat penangkapan pun baru diserahkan malam hari-nya bukan diserahkan pada saat dilakukan penangkapan padahal saat itu ada ditempat istri dan anak perempuan AH. Ini bentuk kategori penyalahgunaan wewenang,” tegas RHa Hasibuan S.H.

Diduga Ada Diskriminasi Penegakan Hukum

Yang lebih mencolok, menurut tim kuasa hukum, laporan balik yang diajukan AH terhadap terlapor MIA Batubara,dkk dengan Nomor LP/B/168/V/2025/SPKT/POLRES TAPSEL/POLDA SUMUT Pelapor an. AH justru mandek/jalan ditempat tanpa alasan yang jelas padahal Pelapor sudah di VER diperkuat Resume dari Puskesmas Batunadua, Saksi – saksi pelapor sudah di BAP, dan sudah dilakukan cek TKP.

Inilah potret nyata ketimpangan hukum. Laporan masyarakat kecil diduga diabaikan,” kata RHa Hasibuan, S.H. dengan nada geram.

Peristiwa bermula dari keributan di Pekan Pasar Matanggor, Kabupaten Padang Lawas Utara, pada 29 Januari 2025. Saat itu, RH dipukuli oleh beberapa orang kemudian RH ditahan oleh masyarakat yang ada agar tidak terjadi ribut lanjutan. Ketika sang ayah (AH) mencoba melerai dengan mendatangi RH, ia justru menjadi korban pemukulan dan pencekikan. RH dalam pegangan masyarakat saat itu melihat ayahnya (AH) kehabisan napas akibat dicekik oleh MIA Batubara panik dan spontan melepaskan pegangan masyarakat berlari mendatangi ayahnya yang sedang dicekik setibanya disitu lalu menarik tangan pelaku yang mencekik ayahnya dengan kuat namun tidak lepas lalu dengan spontan RH mengambil tempurung yang ada di TKP dan memukul pelaku dengan tempurung kelapa tersebut kepada pelaku pencekikan lalu lepaslah cekikan tersebut dan kemudian AH, dkk dibawah oleh masyarakat yang ada ke warung yang dekat dari TKP tersebut dan tidak terjadi lagi keributan.

Itu pembelaan spontan, Tindakan itu justru menyelamatkan nyawa ayahnya sendiri, apakah tidak mungkin suami dari ibu ini akan mati jika tidak dilakukan pemukulan itu.” ujar Tim Kuasa Hukum

Tangisan Ibu dan Istri Mengiringi Penangkapan

Diketahui 15 Oktober 2025, AH, RH, PEH, AAH ditangkap dan suasana mencekam terjadi di jalan Lintas Palsabolas Kecamatan Angkola Timur Kab Tapanuli Selatan. Ibu dan istri yang ditangkap tersebut menangis histeris, menjerit seolah tak percaya bahwa suami dan anak mereka diperlakukan seperti penjahat besar, dan atau gembong narkoba yang merusak generasi bangsa.

“Kami hanya orang kecil! suami dan ketiga anak saya bukan pelaku kejahatan berat” teriak istri di tengah isak tangis, dan seketika pingsan saat penangkapan terjadi.

Beberapa warga yang menyaksikan mengaku iba dan menilai aparat bersikap berlebihan. “Kami lihat langsung, mereka tak melawan. Tapi diperlakukan kasar,” ujar salah seorang saksi mata.

Kuasa hukum juga menuding adanya pelanggaran hukum dan atau pelanggaran kode etik serta ketidak profesionalan petugas sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022, karena tindakan penangkapan dikategorikan tidak manusiawi dan tidak beradab;

Kasus ini kini menjadi sorotan banyak pihak. PBH Anak Bangsa Tabagsel menegaskan, perjuangan mereka bukan hanya untuk empat orang kliennya, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa hukum seharusnya berpihak pada kebenaran, bukan pada uang dan kekuasaan.

“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Keadilan tidak boleh dimonopoli oleh yang kuat,” tutup Tim Kuasa Hukum (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.