**
Jakarta – Isu pengoplosan BBM di Indonesia sering kali menjadi sorotan. Setiap kali ada razia, yang tertangkap adalah pengoplos kecil—rakyat biasa yang mencoba mencari nafkah dengan cara yang tidak legal. Mereka yang memiliki kendaraan modifikasi atau yang menjual BBM dalam jeriken sering kali ditindak dengan tegas. Namun, di sisi lain, para mafia BBM yang bermain dalam skala besar justru sering lolos dari jeratan hukum, Senin (3/3/2025).
Pertanyaannya, apakah solusi terbaik hanya dengan menindak pengoplos kecil, atau justru memberdayakan mereka dan menargetkan mafia yang lebih besar?
*Rakyat Kecil Mengoplos Karena Terpaksa*
Banyak kasus menunjukkan bahwa pengoplos BBM di tingkat rakyat kecil bukanlah bagian dari mafia besar, melainkan hanya orang-orang yang berusaha bertahan hidup. Mereka bisa jadi adalah:
– Pemilik kendaraan yang mengisi BBM subsidi untuk dijual kembali dengan keuntungan kecil.
– Pedagang kecil yang membeli BBM dalam jumlah lebih besar untuk dijual di daerah yang jauh dari SPBU.
– Pekerja informal yang memanfaatkan celah aturan untuk mencari penghasilan tambahan.
Mereka melakukannya bukan karena ingin menipu atau merugikan negara, tetapi karena kondisi ekonomi yang sulit. Jika mereka diberi akses terhadap pekerjaan atau usaha yang lebih baik, mereka mungkin tidak akan terlibat dalam praktik ini.
*Mafia BBM: Menguasai Sistem, Meraup Keuntungan Besar*
Di sisi lain, ada mafia BBM yang beroperasi di balik layar—mereka memiliki koneksi, modal besar, dan akses ke distribusi BBM. Modus mereka lebih canggih, seperti:
– Memanipulasi distribusi BBM sehingga stok di beberapa daerah sengaja dikurangi untuk menaikkan harga.
– Mencampur BBM dengan zat lain untuk dijual dengan harga lebih murah, tetapi dengan kualitas yang jauh di bawah standar.
– Menguasai kuota BBM subsidi, lalu menjualnya dengan harga industri untuk mendapatkan keuntungan besar.
Mafia ini memiliki jaringan kuat, termasuk kemungkinan adanya oknum di dalam Pertamina yang terlibat dalam permainan ini. Namun, anehnya, yang sering tertangkap justru rakyat kecil, bukan pemain besar yang sebenarnya merugikan negara dalam jumlah triliunan rupiah.
*Pemberdayaan Rakyat Kecil, Penindakan Mafia Besar*
Dari kondisi ini, jelas bahwa pendekatan pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada penindakan pengoplos kecil, tetapi juga mencari solusi agar mereka bisa diberdayakan.
1. Membuka Alternatif Usaha untuk Pengoplos Kecil.
Daripada sekadar menangkap dan menghukum, lebih baik pemerintah menyediakan solusi nyata:
– Program pelatihan keterampilan untuk beralih ke usaha legal,
– Kredit usaha kecil dengan bunga rendah agar mereka bisa menjalankan bisnis yang lebih stabil,
– Membuka akses pekerjaan yang layak bagi mereka yang terdorong mengoplos karena faktor ekonomi.
2. Mengawasi Distribusi BBM Secara Transparan.
Banyak kasus pengoplosan terjadi karena adanya permainan dalam distribusi BBM. Pemerintah harus memastikan bahwa:
– Tidak ada penyelewengan kuota BBM subsidi,
– BBM sampai ke masyarakat dengan harga yang sesuai,
– SPBU tidak bermain curang dalam pendistribusian BBM.
3. Menindak Mafia BBM dengan Tegas.
Jika benar ada mafia di dalam Pertamina atau jaringan distribusi BBM, mereka harus ditindak secara serius. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus berani membongkar skandal ini sampai ke akar-akarnya.
Pengoplos kecil sering kali hanya menjadi kambing hitam dari sistem yang tidak adil. Sementara mereka ditindak, mafia besar tetap menikmati keuntungan dari bisnis ilegal ini. Sudah saatnya rakyat kecil diberdayakan, bukan sekadar dihukum. Dan yang lebih penting, jaringan mafia BBM di level atas harus diberantas, bukan dibiarkan terus beroperasi di balik layar! (TIM/Red)