Daya Saing Menjadi Tantangan dan Peluang Tenaga Kerja di Indonesia

oleh -38 Dilihat

Jalurlangit.id | Daya saing tenaga kerja menjadi salah satu isu krusial dalam perkembangan ekonomi dan ketenagakerjaan di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia dengan menurut data Badan Statistik Indonesia Tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270.203.927 Jiwa. Hal tersebut juga memiliki potensi tenaga kerja yang sangat besar. Namun, kuantitas yang melimpah tersebut tidak memungkinkan menjamin kualitas. Daya saing tenaga kerja di Indonesia masih menjadi tantangan serius dalam era globalisasi dan persaingan internasional yang ketat saat ini. Indonesia harus mengatasi berbagai tantangan dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja. Mengingat semakin terbukanya pasar tenaga kerja global dan kebutuhan akan keterampilan yang terus berkembang. Daya saing tenaga kerja menjadi faktor penting dalam menentukan kemampuan suatu negara bersaing di kancah global.

Peningkatan daya saing tenaga kerja ini bukan hanya peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga cara untuk meraih pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, tenaga kerja dituntut memiliki kemampuan yang relevan, adaptif, inovatif serta kompetitif agar mampu bersaing di pasar kerja yang semakin ketat dan dinamis.

Secara umum, daya saing tenaga kerja adalah kemampuan individu untuk berkontribusi secara efektif dalam organisasi atau industri, dengan menunjukkan kompetensi, keahlian, dan kemampuan beradaptasi yang memadai. Menurut Global Competitiveness Report yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, daya saing tenaga kerja adalah faktor yang berkontribusi signifikan terhadap peringkat daya saing keseluruhan suatu negara. Negara dengan tenaga kerja yang berkualitas tinggi dan berdaya saing umumnya lebih mampu mendorong inovasi dan adaptasi teknologi. Tenaga kerja yang memiliki daya saing tinggi akan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan teknologi, memahami dinamika pasar, dan meningkatkan produktivitas. Daya saing ini meliputi berbagai aspek seperti pendidikan, keterampilan teknis, soft skills, kemampuan memecahkan suatu masalah serta sikap kerja profesional.

Daya saing tenaga kerja yang tinggi memberikan keuntungan yang besar bagi Indonesia. Negara dengan tenaga kerja tinggi akan lebih menarik bagi investor, karena mereka dapat memastikan operasional perusahaan yang efisien dan produktif. Selain itu, peningkatan daya saing tenaga kerja akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan pendapatan per kapita, serta membuka peluang bagi tenaga kerja lokal untuk berkembang di pasar internasional. Meskipun demikian, tenaga kerja di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan daya saingnya. Beberapa tantangan utama yang segera perlu diatasi antara lain. Pertama, yaitu kesenjangan keterampilan, banyak tenaga kerja Indonesia yang masih belum memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan banyak pekerja yang kurang memliki keterampilan digital yang sangat dibutuhkan dalam era teknologi saat ini.

Kedua, yaitu kurangnya pelatihan vokasi yang relevan. Ketersediaan dan aksesibilitasi pelatihan vokasi di Indonesia masih sangat terbatas. Pelatihan vokasi yang ada sering kali tidak memadai dan tidak sesuai dengan kebutuhan industri, sehingga tenaga kerja lulusan pelatihan ini masih sulit untuk bersaing. Hal ini menjadi salah satu penyebab kurangnya keterampilan. Pelatihan vokasi yang berfokus pada keterampilan praktis yang relevan dengan industri menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan keterampilan. Ini dapat mencakup keterampilan teknis seperti manufaktur, teknologi informasi, dan jasa yang berbasis pada ekonomi kreatif. Dengan demikian, pelatihan tersebut dapat memberikan keterampilan yang tepat kepada tenaga kerja sehingga mereka siap untuk memenuhi kebutuhan industri yang sedang berkembang.

Ketiga, yaitu tantangan dalam literasi digital. Literasi digital merupakan keterampilan dasar yang sangat penting saat ini. Dilihat dari revolusi industri 4.0 yang telah membawa teknologi digital menjadi bagian dari hampir seluruh sektor pekerjaan. Namun, literasi digital tenaga kerja di Indonesia masih tergolong rendah. Banyak pekerja yang belum menguasai teknologi dasar seperti komputer dan internet. Kurangnya literasi digital ini menghambat kemampuan tenaga kerja untuk mengikuti perkembangan industri modern. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan literasi digital di kalangan tenaga kerja harus ditingkatkan. Program literasi digital dasar dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan, sehingga pekerja dapat memiliki kemampuan dasar dalam menggunakan teknologi. Selain itu, pelatihan keterampilan digital yang lebih lanjut seperti data science, machine learning, dan artificial intelligence dapat disediakan untuk memenuhi permintaan industri yang lebih spesifik.

Keempat, yaitu penguasaan keterampilan lunak (soft skills). Selain keterampilan teknis, keterampilan lunak atau soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, kerja sama, dan kemampuan beradaptasi juga sangat penting. Namun, keterampilan ini sering kali diabaikan dalam sistem pendidikan formal di Indonesia. Keterampilan lunak yang rendah menyebabkan pekerja kurang mampu bekerja dalam tim atau beradaptasi dengan lingkungan kerja yang dinamis, sehingga mengurangi daya saing mereka di mata perusahaan. Keterampilan lunak atau soft skills dapat dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan yang berbasis pada metode partisipatif dan kolaboratif. Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat memasukkan program yang berfokus pada keterampilan lunak dalam kurikulum mereka, sehingga lulusan tidak hanya kompeten secara teknis tetapi juga memiliki kemampuan interpersonal yang baik.

Terakhir, yaitu kualitas Pendidikan yang belum merata. Kualitas pendidikan yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia juga menjadi tantangan dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja. Pendidikan yang berkualitas tinggi biasanya terkonsentrasi di kota besar, sementara tenaga kerja dari daerah terpencil sering kali memiliki akses pendidikan yang terbatas. Hal ini menyebabkan kesenjangan kompetensi antara pekerja di daerah dengan di perkotaan, yang akhirnya mempengaruhi daya saing tenaga kerja secara keseluruhan. (Red.JL)

Penulis: Audia Rusalifia (Mahasiswa Universitas Bangka Belitung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.