Tingkat Partisipasi Pemilih yang Rendah: Alarm bagi Demokrasi Lokal di Bangka Belitung

oleh -64 Dilihat

Oleh: Siti Roaina Mahasiswi Fak Hukum Bangka Belitung

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) seharusnya menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk menentukan arah pembangunan daerah. Namun, Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan fenomena yang memprihatinkan: rendahnya tingkat partisipasi pemilih. Di Kabupaten Bangka, misalnya, partisipasi pemilih hanya mencapai 52,2%, angka terendah di antara kabupaten/kota lainnya di Babel. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan apatisme politik, tetapi juga menjadi alarm bagi kualitas demokrasi lokal kita.

Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami penurunan signifikan dibandingkan Pemilu 2024. Menurut data dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Babel, partisipasi pemilih pada Pilkada kali ini berada pada kisaran 60%, sementara pada Pemilu sebelumnya mencapai lebih dari 80%. Penurunan ini menunjukkan adanya ketidakpedulian masyarakat terhadap proses politik lokal.

Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) menjadi permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius, terutama di wilayah Bangka Belitung. Terdapat beberapa faktor utama yang memengaruhi kondisi ini.

Pertama, faktor cuaca buruk menjadi salah satu penyebab signifikan. Pada hari pemilihan, hujan deras dan kondisi cuaca ekstrem lainnya membuat akses menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjadi sulit, terutama di daerah-daerah dengan infrastruktur terbatas. Akibatnya, banyak pemilih enggan keluar rumah dan memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Fenomena ini secara langsung berdampak pada rendahnya angka partisipasi di beberapa wilayah.

Kedua, munculnya fenomena calon tunggal juga turut menurunkan minat masyarakat untuk ikut serta dalam Pilkada. Ketika hanya terdapat satu pasangan calon, pemilih cenderung merasa tidak memiliki pilihan yang berarti, sehingga mengurangi motivasi mereka untuk datang ke TPS. Di Kabupaten Bangka, misalnya, calon tunggal Mulkan Ramadian bahkan kalah suara dari kotak kosong, dengan perolehan suara hanya 42,72% berbanding 57,25%. Hal ini menunjukkan ketidakpuasan pemilih terhadap kondisi politik yang ada.

Ketiga, kurangnya pendidikan politik dan sosialisasi yang efektif dari penyelenggara pemilu maupun pemerintah daerah juga menjadi faktor krusial. Minimnya informasi yang diterima masyarakat mengenai pentingnya peran mereka dalam Pilkada menyebabkan rendahnya kesadaran politik. Anggota DPRD Kabupaten Bangka Barat, Deddi Wijaya, menyoroti kurangnya sosialisasi dari KPU sebagai salah satu penyebab utama turunnya partisipasi pemilih di wilayahnya.

Secara keseluruhan, rendahnya partisipasi dalam Pilkada di Bangka Belitung tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, melainkan merupakan hasil dari kombinasi berbagai kendala, baik dari sisi lingkungan, sistem politik, maupun komunikasi politik. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran dan keikutsertaan masyarakat dalam proses demokrasi ini.

Rendahnya Partisipasi Pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Terdapat Ancaman bagi Legitimasi dan Kualitas Demokrasi Lokal. Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencerminkan tantangan serius dalam partisipasi politik masyarakat.

Rendahnya angka kehadiran pemilih dalam pesta demokrasi lokal ini tidak hanya berdampak pada legitimasi pemerintah terpilih, tetapi juga mencerminkan menurunnya kualitas demokrasi di tingkat daerah.

Salah satu contoh yang mencolok terjadi di Kabupaten Bangka, di mana tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 52,2%. Bahkan dalam kondisi calon tunggal, pasangan Mulkan-Ramadian kalah dari kotak kosong dengan perolehan suara 42,72% berbanding 57,25%. Fakta ini mengindikasikan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap calon yang diusung, sehingga mereka lebih memilih opsi kotak kosong sebagai bentuk protes politik. Hal ini tentu berimplikasi pada legitimasi pemerintahan yang terpilih, yang mungkin tidak memiliki mandat kuat dari rakyat. Akibatnya, setiap kebijakan yang diambil berpotensi dipertanyakan oleh publik karena dinilai tidak mewakili kehendak mayoritas.

Demokrasi yang sehat menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam setiap proses pemilihan umum. Penurunan partisipasi merupakan sinyal menurunnya kepercayaan publik terhadap sistem politik yang ada. Di Kabupaten Bangka Barat, misalnya, tingkat partisipasi hanya mencapai 63,5%, jauh lebih rendah dibandingkan Pilkada sebelumnya yang mencatatkan angka 85,18%. Penurunan ini menggambarkan meningkatnya apatisme masyarakat terhadap proses politik lokal, yang pada akhirnya dapat memperlemah kualitas demokrasi secara keseluruhan.

Lebih lanjut, rendahnya partisipasi juga berpotensi menghambat efektivitas pembangunan daerah. Di Kota Pangkalpinang, partisipasi pemilih tercatat hanya sebesar 52,87%, meskipun dana hibah untuk pelaksanaan Pilkada mencapai Rp30,3 miliar. Ketimpangan antara besarnya anggaran dengan rendahnya keterlibatan publik menunjukkan bahwa masyarakat tidak merasa memiliki keterlibatan langsung dalam proses politik. Situasi ini dikhawatirkan akan menghasilkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang tidak sesuai dengan aspirasi maupun kebutuhan masyarakat setempat.

Rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi alarm bagi kualitas demokrasi lokal. Fenomena ini menuntut perhatian serius dari semua pihak, terutama penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil, untuk bersama-sama membangun kembali kepercayaan publik terhadap proses politik demi menciptakan pemerintahan yang benar-benar representatif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada mendatang, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah merumuskan berbagai langkah strategis yang komprehensif dan berorientasi pada penguatan demokrasi lokal. Langkah-langkah ini mencakup pendidikan politik, keterbukaan informasi, peningkatan aksesibilitas pemilu, dan pelibatan aktif masyarakat dalam proses pengawasan.

Langkah pertama adalah peningkatan pendidikan politik, khususnya bagi generasi muda sebagai pemilih pemula. Pemerintah daerah secara aktif menggelar kegiatan pendidikan politik di tingkat sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat. Program ini bertujuan membangun kesadaran siswa akan pentingnya pemilu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memberikan pemahaman menyeluruh tentang tahapan-tahapan pemilu. Dengan pendekatan edukatif ini, diharapkan para pemilih muda dapat tumbuh menjadi warga negara yang melek politik dan siap berpartisipasi aktif dalam setiap proses demokrasi.

Langkah kedua adalah peningkatan keterbukaan informasi publik, yang menjadi prasyarat utama terciptanya partisipasi politik yang sehat. Berdasarkan penilaian National Assessment Council (NAC) Forum, Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung naik menjadi 79,36 poin pada tahun 2023, menjadikannya peringkat ke-8 secara nasional. Untuk memperluas jangkauan informasi, Pemerintah Provinsi juga meluncurkan berbagai platform digital seperti Kominfo Academy dan bacayuk.id, yang menyasar kelompok masyarakat digital-native seperti generasi muda. Langkah ini mempertegas komitmen pemerintah untuk membangun masyarakat yang sadar informasi dan kritis terhadap proses politik.

Langkah ketiga menyasar aspek aksesibilitas terhadap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Mengingat karakteristik geografis Bangka Belitung yang terdiri dari banyak pulau, pemerintah telah melakukan distribusi logistik secara menyeluruh hingga ke wilayah terpencil. Tercatat sebanyak 39 TPS telah didirikan di pulau-pulau kecil dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 15.984 jiwa, yang tersebar di empat kabupaten: Bangka Tengah, Bangka Selatan, Belitung, dan Belitung Timur. Upaya ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada kota-kota besar, tetapi juga memastikan hak pilih masyarakat di daerah pelosok tetap terjamin.

Langkah keempat melibatkan dorongan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan pemilu. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menginisiasi berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi yang melibatkan tokoh masyarakat, pemuka agama, lembaga adat, komunitas, dan kelompok masyarakat lainnya. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah menciptakan budaya pengawasan partisipatif yang kuat, sehingga masyarakat tidak hanya menjadi pemilih, tetapi juga pengawas aktif yang turut menjaga integritas dan kejujuran proses Pilkada.

Keempat strategi ini menunjukkan adanya sinergi antara pemerintah daerah dan lembaga penyelenggara pemilu dalam membangun sistem demokrasi lokal yang inklusif, partisipatif, dan transparan. Dengan komitmen yang kuat dan langkah nyata di lapangan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diharapkan dapat menjadi contoh daerah yang sukses dalam meningkatkan partisipasi pemilih dan memperkuat fondasi demokrasi di tingkat lokal.
Partisipasi pemilih merupakan indikator utama dari kualitas demokrasi.

Rendahnya tingkat partisipasi dalam Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi peringatan penting bagi semua pihak. Meskipun terdapat daerah yang mencatatkan tingkat partisipasi relatif tinggi—seperti Kabupaten Belitung Timur (74,3%) dan Kabupaten Belitung (73,5%), sebagian besar wilayah lain justru mengalami penurunan signifikan, seperti yang terlihat di Kabupaten Bangka dengan partisipasi hanya mencapai 52,2%.

Fenomena ini menunjukkan bahwa tantangan dalam membangun demokrasi lokal masih cukup besar. Upaya sosialisasi yang telah dilakukan tampaknya belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara efektif. Faktor-faktor seperti cuaca buruk pada hari pemungutan suara, keberadaan calon tunggal yang menimbulkan apatisme, serta rendahnya tingkat literasi politik menjadi hambatan utama bagi terwujudnya partisipasi aktif warga.

Padahal, demokrasi yang sehat tidak hanya ditandai oleh keberlangsungan pemilu, melainkan oleh keterlibatan aktif rakyat dalam seluruh proses politik. Oleh karena itu, sejumlah langkah strategis perlu diimplementasikan secara lebih menyeluruh dan berkelanjutan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada mendatang seperti Peningkatan Pendidikan politik, meningkatkan keterbukaan informasi, penyediaan akses mudah ke TPS, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut secara konsisten, Pilkada di Bangka Belitung ke depan diharapkan mampu mencerminkan kehendak rakyat secara lebih utuh dan mewujudkan pemerintahan yang memiliki legitimasi kuat. Demokrasi bukan sekadar seremoni elektoral, melainkan komitmen bersama antara negara dan warganya dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, transparan, dan partisipatif. Oleh karena itu, tanggung jawab untuk menjaga dan memperkuat demokrasi adalah milik kita semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.