Polemik Politik Uang di DPD RI: Wilson Lalengke Beberkan Praktik Transaksional hingga Level Menteri

oleh -24 Dilihat

Jakarta
– Polemik dugaan praktik politik uang dalam pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari unsur DPD semakin memanas. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, turut angkat bicara dan memberikan tanggapan keras terkait isu ini.

Wilson, yang juga merupakan alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI tahun 2012, menyatakan keyakinannya bahwa informasi yang diungkapkan oleh Ifan mengenai dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI adalah benar dan didukung fakta. “Yang disuap 95 orang, saya yakin informasi Ifan benar dan faktual. Mungkin anggota yang didampingi Yefta tidak masuk dalam 95 orang itu, jadi dia tidak tahu permainan di lembaga itu,” ujar Wilson dalam keterangannya kepada media, Minggu (16/2/2025).

Ia menegaskan bahwa praktik politik uang bukanlah hal baru dalam dunia politik Indonesia. Menurutnya, sistem transaksional sudah mengakar kuat, mulai dari pemilihan anggota legislatif hingga jabatan eksekutif. “Jangankan jadi ketua, saat mau jadi anggota dewan saja mereka sudah main uang, apalagi untuk jadi pimpinan lembaga. Semuanya begitu, di DPR RI juga sama, termasuk di daerah-daerah. Uang jadi alat bargaining untuk jadi pimpinan,” tegas Wilson.

Lebih lanjut, Wilson bahkan menyebut bahwa praktik serupa terjadi di berbagai sektor, termasuk pemilihan ketua organisasi. “PWI-nya Hendry Bangun juga main uang untuk jadi ketua, hahaha…” tambahnya dengan nada sarkastik.

Tak hanya menyoroti DPD RI, Wilson juga mengungkapkan dugaan adanya setoran besar bagi mereka yang ingin menduduki jabatan strategis di pemerintahan, termasuk kursi menteri. “Zaman Jokowi, untuk jadi menteri harus setor antara 400 miliar hingga Rp3 triliun. Saya belum dapat informasi untuk menteri-menteri zaman Prabowo, berapa setoran untuk jadi menteri, tapi saya yakin pasti pakai setoran. Lah, untuk jadi Kepala RSUD Provinsi saja setorannya miliaran, bagaimana mungkin setingkat kementerian tidak ada setoran? Jika si menteri tidak punya uang, dia bisa gandeng investor untuk jadi bohirnya,” ungkapnya.

Wilson juga menyoroti independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi. Menurutnya, sistem politik yang sarat uang membuat lembaga antirasuah sulit bergerak. “Oleh karena itu, KPK sulit bergerak memproses para pejabat itu, semuanya duit. Untuk jadi pimpinan KPK juga harus pakai duit. Apakah mungkin sapu kotor dipakai menyapu jalanan kotor?” katanya menutup pernyataan.

Pernyataan Wilson Lalengke ini semakin memperkeruh isu yang telah memanas setelah Ifan mengungkap dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI. Sebelumnya, aktivis Aliansi Masyarakat Pemuda Nusantara Merah Putih (AMPUH), Yefta Bakarbessy, membantah tudingan Ifan dan menegaskan bahwa selama dirinya mendampingi salah satu senator asal Papua Barat, tidak ada indikasi suap.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait, termasuk KPK, Istana, maupun Badan Kehormatan (BK) pimpinan DPD RI, mengenai tudingan yang semakin meluas ini. Publik pun menantikan klarifikasi lebih lanjut untuk mengungkap kebenaran di balik polemik politik uang yang terus bergulir. (*)

Sumber : DPN PPWI Jakarata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.