Malang – Di tengah derasnya arus globalisasi, digitalisasi, dan pesatnya perkembangan teknologi, pembentukan karakter generasi muda Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Nilai-nilai luhur seperti gotong royong, rasa hormat, dan integritas kini diuji oleh derasnya informasi tanpa batas dan gaya hidup serba instan.
Menjawab tantangan ini, Kelompok Masyarakat (Pokmas) Kaukus Muda Singosari yang difasilitasi oleh DPRD Provinsi Jawa Timur Dapil 6 Malang Raya Fraksi Partai Demokrat Muhammad Arbayanto, S.H., M.H., menggelar Sarasehan bertema “Pembentukan Karakter Generasi Muda: Tantangan dan Strategi di Tengah Perubahan Sosial” pada Minggu (27/4/2025) di TK Islam Insan Cita, Perum Istana Bedali Agung, Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Dalam sarasehan ini, Busamat, S.Pd., menyoroti fenomena “krisis identitas” yang kini melanda remaja Indonesia. “Generasi muda kita berada di persimpangan antara mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa dan menyesuaikan diri dengan budaya global. Jika tidak dibimbing, mereka bisa kehilangan arah,” ujarnya.
Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengungkapkan, lebih dari 70% remaja Indonesia kini menghabiskan 6–8 jam per hari di dunia digital. Kondisi ini mempercepat adopsi budaya asing, sekaligus memperbesar risiko lunturnya nasionalisme dan nilai-nilai lokal.
Tak hanya itu, tantangan lain seperti ketimpangan sosial, banjir informasi hoaks, serta konten negatif di media sosial juga memperkeruh proses pembentukan karakter. Busamat menekankan pentingnya peran keluarga, pendidikan, dan masyarakat dalam membangun benteng nilai yang kuat bagi generasi muda.
Dalam upaya memperkuat karakter anak bangsa, pemerintah pun gencar menggerakkan program Penguatan Pendidikan Karakter, pelatihan kepemimpinan muda, hingga gerakan literasi digital. Tak ketinggalan, komunitas pemuda di berbagai daerah menggagas gerakan sosial berbasis nilai, seperti kampanye anti-hoaks, gerakan volunteerisme, hingga pelestarian budaya lokal.
“Pembentukan karakter tidak bisa instan. Ini butuh keteladanan, konsistensi, dan lingkungan yang mendukung,” tegas Busamat.
Optimisme tetap mengemuka di tengah segala tantangan. Generasi muda Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang tidak hanya unggul dalam intelektualitas, tetapi juga kuat secara moral dan sosial.
Ismail, Ketua Yayasan TK Islam Insan Cita, menambahkan, “Anak itu rahmat. Memfasilitasi anak dalam proses tumbuh kembangnya adalah ibadah. Karena itu, wajib membekali mereka dengan nilai-nilai kebenaran, bersumber dari kitab suci sesuai keyakinan masing-masing.”
Sarasehan ini bukan sekadar ajang diskusi, tetapi juga menjadi titik tolak bagi semua pihak untuk membangun harapan baru terhadap generasi muda Indonesia. Busamat, S.Pd., berharap kegiatan seperti ini dapat menjadi pemantik lahirnya lebih banyak ruang dialog, pendidikan nilai, dan pendampingan karakter di kalangan anak muda.
“Harapan kami, melalui upaya kecil ini, generasi muda bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat, punya jati diri, mampu memilah pengaruh global, dan tetap berpegang pada nilai-nilai kebangsaan,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Ismail selaku Ketua Yayasan TK Islam Insan Cita menekankan pentingnya kesinambungan. Ia berharap setelah sarasehan ini, terjalin kolaborasi lebih luas antara sekolah, keluarga, komunitas, dan pemerintah untuk membangun ekosistem pendidikan karakter yang berkelanjutan.
“Anak-anak adalah masa depan kita. Mereka harus terus dipupuk dengan kasih sayang, nilai luhur, dan keteladanan nyata, agar kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang bermoral, berintegritas, dan peduli terhadap sesama,” tutup Ismail.
Melalui sarasehan ini, Pokmas Kaukus Muda Singosari berharap, semakin banyak komunitas dan elemen masyarakat yang ikut aktif membina dan menguatkan karakter generasi penerus bangsa, demi masa depan Indonesia yang lebih beradab dan bermartabat. (Adi/Red)