Jakarta – Menguak kembali cerita memilukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) hingga kini Senin, (6/1/2024) menjadi sorotan tajam setelah tudingan dugaan korupsi dana hibah senilai Rp 6 miliar dari Forum Humas BUMN menyeruak ke publik. Ketua Umum PWI, Hendry Ch Bangun, dengan tegas menyangkal tudingan tersebut, menyebut masalah ini hanyalah kesalahan administrasi. Namun, berbagai pihak menilai ada pelanggaran serius yang berujung pada dugaan tindak pidana korupsi.
*Misteri Aliran Dana Rp 6 Miliar*
Dana hibah ini sejatinya dialokasikan untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), namun Pengurus Pusat PWI menyatakan ada indikasi penggelapan. Tudingan tersebut semakin menguat setelah Wina Armada Sukardi, salah satu tokoh penting PWI, membeberkan rincian aliran dana:
-Rp 1,771 miliar diduga masuk ke kantong terduga pelaku.
-Rp 1,080 miliar dikembalikan ke BUMN.
-Rp 691 juta diduga mengalir ke orang dalam PWI.
Bukti yang diungkap termasuk tanda terima cashback bertanggal 29 Desember 2023, yang mencantumkan jelas penggunaan dana untuk UKW PWI-BUMN. “Dari bukti ini, dugaan korupsi terang benderang,” kata Wina.
*Sangkal Tuduhan, Klaim Kesalahan Administrasi*
Hendry Ch Bangun membantah semua tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa dana tersebut telah dikembalikan sesuai Surat Keputusan PWI dan tidak ada unsur korupsi.
“Ini hanya masalah administrasi yang disalahpahami. Ketua Dewan Kehormatan PWI pun menyatakan hal yang sama,” tegas Hendry.
Hendry juga menjelaskan bahwa pembagian cashback dan marketing fee telah diatur dalam SK PWI Nomor 155-PLP/PP-PWI/2023. Namun, aturan ini sudah dihentikan pada Mei 2024 karena dianggap berpotensi melanggar aturan gratifikasi.
*Dewan Kehormatan Pecat Hendry Ch Bangun*
Ketegangan memuncak setelah Dewan Kehormatan PWI memberhentikan Hendry dari keanggotaan PWI pada 16 Juli 2024. Alasan pemberhentian termasuk penyalahgunaan wewenang, pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, dan tindakan yang dinilai merendahkan integritas organisasi.
Namun, Hendry balik mengecam keputusan tersebut, menyebutnya ilegal dan tidak berdasar. Ia menegaskan bahwa Dewan Kehormatan telah melampaui wewenangnya.
*Wina Armada Sukardi: Korupsi, Bukan Kesalahan Administrasi*
Di sisi lain, Wina Armada Sukardi bersikeras bahwa kasus ini memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Ia menilai, upaya Hendry mengubah istilah terkait aliran dana hanya untuk menutupi penyimpangan.
“Meski uang dikembalikan, tindak pidana korupsi tetap ada. Ini perbuatan yang mencoreng organisasi yang seharusnya menjadi penjaga etika,” kata Wina.
*Dampak pada Reputasi PWI*
Kasus ini telah mengguncang kepercayaan publik terhadap PWI. Sebagai organisasi yang seharusnya menjadi garda depan transparansi dan pengawasan, keterlibatan dalam dugaan korupsi ini menjadi tamparan keras bagi dunia jurnalistik.
Sejumlah anggota PWI menyerukan penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menyelesaikan krisis kepemimpinan dan mengembalikan reputasi organisasi.
*Apa Langkah Selanjutnya?*
Dengan ancaman laporan ke KPK dan Polri yang mengintai, Hendry dan koleganya berada dalam tekanan besar. Pengusutan tuntas kasus ini diperlukan untuk menjaga integritas PWI dan memastikan dana publik tidak disalahgunakan.
Kasus ini bukan sekadar soal uang, tetapi ujian terhadap komitmen wartawan untuk menjaga etika dan profesionalisme. Jika lembaga jurnalistik gagal bersih dari korupsi, bagaimana mereka dapat menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah dan lembaga lain?
“Kejujuran adalah fondasi utama jurnalisme. Saat kepercayaan itu runtuh, seluruh struktur ikut runtuh,” tegas seorang anggota PWI yang tidak ingin disebutkan namanya.
*Kekecewaan PPWI Nasional*
Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional, yang dipimpin oleh Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan kekecewaannya yang mendalam terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam menangani kasus yang dinilai dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Wilson Lalengke, yang juga merupakan alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI tahun 2012, menyoroti minimnya respons atas laporan pelanggaran serius yang melibatkan oknum dalam dunia jurnalistik dan birokrasi.
“Wartawan adalah mata dan telinga rakyat. Jika mereka telah dirusak oleh sifat hedonisme, korupsi, dan ketidakjujuran, maka sendi-sendi moral bangsa ini pun ikut hancur. Wartawan adalah pelita penerang suatu komunitas. Jika pelita ini dipadamkan, bangsa ini seperti kapal yang tenggelam dalam kegelapan, menabrak karang di lautan,” ujar Wilson Lalengke dengan nada penuh keprihatinan.
*Krisis Moral di Dunia Jurnalistik*
PPWI menilai bahwa kasus-kasus pelanggaran hukum yang melibatkan jurnalis telah mencoreng integritas profesi tersebut. Wilson Lalengke menggarisbawahi bahwa wartawan seharusnya menjadi penjaga moral bangsa, bukan justru menjadi bagian dari mafia yang berkolusi dengan birokrat, pejabat, dan aparat yang korup.
“Kita sedang menyaksikan krisis moral di dunia jurnalistik, yang apabila tidak segera diatasi, akan membawa dampak besar bagi kehidupan bermasyarakat. Bangsa ini membutuhkan wartawan yang jujur, berintegritas, dan mampu menjadi penerang di tengah kegelapan,” terangnya dengan nada sedih.
*Harapan pada Pewarta Warga*
Meski situasi terlihat suram, Wilson Lalengke menaruh harapan besar pada pewarta warga, yang dianggap sebagai benteng terakhir moralitas bangsa. Menurutnya, pewarta warga memiliki posisi strategis untuk menggantikan peran jurnalis profesional yang sudah terjebak dalam pusaran korupsi dan kolusi.
“Kekuatan dan kebersihan hati para pewarta warga adalah harapan kita saat ini. Mereka mampu menjaga moral bangsa dan terus menyuarakan kebenaran tanpa terjebak dalam kepentingan sempit. Dengan peran pewarta warga, Indonesia masih memiliki peluang untuk maju sebagai bangsa besar yang disegani,” katanya.
*Desakan bagi Aparat Penegak Hukum*
Wilson Lalengke juga mendesak aparat penegak hukum untuk lebih serius menangani kasus-kasus yang menyangkut moralitas dan integritas profesi jurnalis. Ia menilai bahwa lemahnya penegakan hukum justru memperburuk citra bangsa dan semakin menjauhkan rakyat dari keadilan.
“Ini bukan sekadar kasus individual, tetapi masalah bangsa. Ketika hukum tidak ditegakkan, kepercayaan publik hancur. Penegak hukum harus membuktikan bahwa mereka masih memihak kebenaran, bukan melindungi mafia dan para perusak bangsa,” tegasnya.
*Komitmen PPWI*
Sebagai organisasi yang menaungi pewarta warga di seluruh Indonesia, PPWI berkomitmen untuk terus memperjuangkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan moralitas. Wilson Lalengke menegaskan bahwa PPWI akan berdiri di garis depan dalam melawan segala bentuk ketidakadilan dan korupsi, termasuk di ranah jurnalistik.
“Bangsa ini tidak akan pernah kehilangan harapan selama ada orang-orang yang berani menyuarakan kebenaran. Pewarta warga adalah masa depan bangsa ini, dan kita semua bertanggung jawab untuk mendukung mereka,” tutup Wilson Lalengke.
Dengan meningkatnya perhatian terhadap isu ini, PPWI berharap agar semua pihak, termasuk masyarakat, turut mendukung upaya membersihkan dunia jurnalistik dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik profesi tersebut. (TIM/Red)
Sumber : DPN PPWI Jakarta