Korupsi Merajalela, Tapi Rakyat Tetap Bertahan: Berkah Alam atau Mental Pasrah?

oleh -158 Dilihat

*””*

_Oleh : Syarif Al Dhin_

Korupsi di Indonesia bukan lagi rahasia. Dari kasus besar seperti megaskandal BLBI, Jiwasraya, hingga korupsi bansos yang seharusnya untuk rakyat kecil, kita sering mendengar betapa uang negara “dikantongi” pejabat. Namun, ada satu fenomena menarik: meskipun korupsi merajalela, rakyat Indonesia tetap bertahan dan tidak mengalami kelaparan massal seperti yang terjadi di negara-negara gagal. Apa yang membuat Indonesia tetap berdiri di tengah hantaman korupsi ini?

1. Sumber Daya Alam yang Melimpah.

Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Tanahnya subur, lautnya luas, dan hasil bumi berlimpah. Beras, ikan, sayur, buah—semuanya tersedia dalam jumlah besar. Bahkan, di banyak daerah pedesaan, masyarakat masih bisa bercocok tanam sendiri. Artinya, meskipun ada penyalahgunaan anggaran, rakyat tetap bisa mengandalkan alam untuk bertahan hidup.

Selain itu, sektor pertanian dan perikanan yang kuat memastikan pasokan pangan tetap stabil. Meski harga pangan kadang naik, ketersediaannya tetap terjaga, sehingga risiko kelaparan massal bisa ditekan.

2. Ekonomi Rakyat yang Tangguh.

Berbeda dengan negara yang ekonominya hanya bergantung pada pemerintah, Indonesia punya sektor informal yang sangat kuat. Dari pedagang kaki lima, warung nasi, tukang ojek, hingga UMKM, rakyat Indonesia punya banyak cara untuk mencari nafkah tanpa harus bergantung pada gaji dari negara.

Selain itu, sektor digital yang berkembang pesat—seperti e-commerce dan jasa berbasis aplikasi—membantu masyarakat tetap memiliki peluang ekonomi. Selama masih ada pasar, ada pembeli, dan ada kemauan untuk bekerja, rakyat bisa bertahan.

3. Budaya Gotong Royong yang Masih Hidup.

Di saat negara tidak selalu hadir untuk rakyat, masyarakat Indonesia punya cara sendiri untuk bertahan: saling membantu. Gotong royong bukan sekadar slogan; dalam kehidupan sehari-hari, ketika ada yang kesulitan, keluarga, tetangga, dan komunitas sekitar sering kali turun tangan.

Contohnya, ketika ada warga yang terkena musibah, bantuan sering datang dari sesama warga lebih cepat daripada bantuan pemerintah. Ini menjadi faktor penting yang membuat banyak keluarga miskin masih bisa makan, meskipun hidup dalam keterbatasan.

4. Bantuan Sosial dan Program Pemerintah (Meski Tak Luput dari Korupsi).

Meski sering dikorupsi, program bantuan sosial tetap berjalan. Program seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan berbagai subsidi lainnya tetap memberikan sedikit ruang bernapas bagi masyarakat miskin.

Memang, korupsi menggerogoti sebagian anggaran, tapi setidaknya masih ada yang sampai ke rakyat. Pemerintah juga masih berupaya menjaga daya beli masyarakat dengan bantuan subsidi BBM, listrik, dan sembako.

5. Konsumsi yang Fleksibel.

Rakyat Indonesia punya daya adaptasi tinggi dalam hal konsumsi. Di saat harga pangan naik, masyarakat bisa beralih ke alternatif yang lebih murah. Misalnya, jika harga daging mahal, mereka bisa menggantinya dengan tahu dan tempe. Jika harga beras naik, ada alternatif lain seperti singkong atau jagung.

Selain itu, banyak warung makan murah yang tetap menjual makanan dengan harga terjangkau, sehingga masyarakat tetap bisa makan meskipun kondisi ekonomi sulit.

6. Agama dan Nilai Spiritual sebagai Penopang Psikologis.

Faktor lain yang sering luput dari perhatian adalah peran agama dan nilai spiritual dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia masih sangat religius, dan dalam banyak ajaran agama, kesabaran dan keikhlasan dalam menghadapi kesulitan sering ditekankan.

Ini membuat masyarakat cenderung lebih tahan terhadap tekanan ekonomi dibandingkan dengan masyarakat di negara lain yang mungkin lebih cepat melakukan aksi radikal ketika mengalami kesulitan hidup.

Fakta bahwa rakyat Indonesia tetap bertahan meskipun pejabatnya banyak yang korup bisa dilihat dari dua sisi. Dari sisi positif, ini menunjukkan bahwa daya tahan masyarakat sangat kuat. Namun, dari sisi negatif, ini juga berbahaya karena bisa membuat korupsi dianggap “biasa” dan terus dibiarkan.

Jika korupsi terus dibiarkan, dampaknya bisa semakin buruk. Ketimpangan sosial akan makin lebar, kualitas layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan bisa semakin memburuk, dan pada akhirnya, ekonomi bisa melemah. Rakyat mungkin tidak kelaparan, tetapi kehidupan yang sejahtera tetap jauh dari harapan.

Korupsi tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Rakyat harus lebih kritis dalam mengawasi kebijakan pemerintah dan lebih aktif dalam menuntut transparansi. Media, LSM, dan masyarakat sipil harus terus mendorong pemberantasan korupsi dengan lebih agresif.

Selain itu, pendidikan antikorupsi harus diperkuat sejak dini. Anak-anak perlu diajarkan bahwa korupsi bukan sekadar “kesalahan kecil,” tetapi tindakan yang merampas hak orang banyak.

Indonesia bukan negara miskin. Kekayaan alam dan ketahanan masyarakatnya luar biasa. Namun, jika korupsi terus merajalela, kita akan terus berjalan di tempat. Saatnya masyarakat tidak hanya sekadar “tidak kelaparan,” tetapi benar-benar bisa hidup sejahtera. Dan itu hanya bisa terjadi jika korupsi diberantas sampai ke akarnya.

Jika korupsi dibiarkan, kita mungkin tidak akan langsung jatuh miskin atau kelaparan, tetapi kita akan terus tertinggal, sementara negara lain melesat maju. Jangan biarkan Indonesia hanya menjadi negara “bertahan hidup”—kita harus menjadi bangsa yang benar-benar makmur dan berdaulat! **

_Penulis adalah Kuli Tinta PPWI asal kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan_

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.