Ratusan Massa Aksi Desak Pengunduran Camat Walenrang Utara

oleh -11 Dilihat

**

Walenrang – Ratusan massa aksi dari Perhimpunan Pelajar (PP) Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (IPMIL) dan Masyarakat Walmas Menggugat turun ke jalan poros Palopo-Masamba untuk mendesak pengunduran Camat Walenrang Utara. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan camat dalam berbagai kebijakan kontroversial yang merugikan masyarakat.

Massa aksi mengangkat isu besar terkait penyalahgunaan wewenang Camat Walenrang Utara, termasuk pencoretan tiga tenaga honorer tanpa alasan yang jelas, intervensi dalam sengketa tanah di Desa Salutubu, serta dugaan intervensi terhadap pemecatan tenaga honorer pasca-Pilkada Luwu. Selain itu, terdapat laporan bahwa camat menolak menandatangani tuntutan masyarakat terhadap PT Siteba Energy karena belum mendapat keuntungan dari perusahaan tersebut.

Demonstrasi dipimpin oleh Deil Breadly Kamban selaku Jenderal Lapangan PP IPMIL, dengan dukungan masyarakat Walmas. Mereka menuntut Bupati dan Wakil Bupati Luwu untuk segera mengupayakan pengunduran Camat Walenrang Utara dan menonjobkannya dari seluruh jabatan birokrasi di Pemkab Luwu. Massa juga berencana melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang ini ke Polda Sulsel, Kejati Sulsel, Polres Luwu, dan Kejari Luwu.

Aksi demonstrasi berlangsung pada Jumat, 21 Februari 2025, di jalan poros Palopo-Masamba, Kabupaten Luwu. Lokasi ini dipilih karena merupakan akses utama yang strategis untuk menarik perhatian publik dan pemerintah daerah.

Massa menilai Camat Walenrang Utara telah melampaui kewenangan yang dimilikinya dan bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya. Dugaan pelanggaran ini meliputi:

1. Pemecatan Tenaga Honorer: Pencoretan tiga tenaga honorer berdasarkan rekaman percakapan yang menunjukkan adanya dugaan intervensi dari pihak tertentu (Tim 02).

2. Sengketa Tanah: Camat mengeluarkan keputusan yang memenangkan salah satu pihak dalam sengketa tanah di Desa Salutubu, yang melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Intervensi Pasca Pilkada: Camat diduga mengintervensi Kepala Ranting PSDA untuk memberhentikan lima tenaga honorer setelah Pilkada Luwu.

4. Keuntungan Pribadi dalam Kasus PT Siteba Energy: Camat menolak menandatangani tuntutan masyarakat terhadap perusahaan dengan alasan belum mendapat keuntungan dari PT Siteba Energy.

Massa aksi menuntut agar:

1. Bupati dan Wakil Bupati Luwu segera mengupayakan pengunduran Camat Walenrang Utara.

2. Camat Walenrang Utara dinonjobkan dari seluruh peran birokrasi di Pemkab Luwu.

3. Aparat penegak hukum (Polda Sulsel, Kejati Sulsel, Polres Luwu, Kejari Luwu) segera mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang camat.

4. Jika tuntutan tidak ditindaklanjuti, aksi lanjutan dengan skala lebih besar akan digelar.

Beberapa aturan hukum yang dapat digunakan untuk menindak dugaan pelanggaran ini meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

– Pasal 3: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangannya dapat dipidana penjara hingga 20 tahun dengan denda maksimal Rp1 miliar.

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN):

– Pasal 86 ayat (1): Pejabat publik yang terbukti melanggar etika dan menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian.

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan:

– Pasal 17 ayat (1): Setiap pejabat yang menggunakan wewenangnya secara sewenang-wenang dapat diberikan sanksi hukum.

4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

Pasal 421: Pejabat yang menyalahgunakan jabatan untuk memaksa seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu dapat dipidana.

Pemerhati hukum dan keadilan Luwu Raya Syarif Gempar menegaskan bahwa tindakan Camat Walenrang Utara telah mencerminkan bentuk nyata dari penyalahgunaan kekuasaan dan melanggar hukum yang berlaku.

“Ini adalah bentuk arogansi kekuasaan yang tidak boleh dibiarkan. Seorang camat bukanlah penguasa absolut di wilayahnya. Keputusan yang melampaui wewenang adalah pelanggaran serius yang harus ditindak. Jika tidak, ini menjadi preseden buruk bagi birokrasi di Indonesia,” tegas Syarif.

Ia juga menambahkan bahwa berdasarkan UU Tipikor, tindakan camat dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dengan ancaman pidana berat.

“Pasal 3 UU Tipikor jelas menyatakan bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangannya dapat dipidana penjara hingga 20 tahun dengan denda maksimal Rp1 miliar. Jika aparat penegak hukum tidak segera bertindak, maka kita sedang melihat hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas,” ungkapnya.

Aksi demonstrasi ini menandai ketidakpuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Camat Walenrang Utara yang dianggap tidak adil dan melanggar wewenang. Desakan untuk mengupayakan pengunduran dan memproses hukum camat semakin kuat, dengan ancaman aksi lebih besar jika tuntutan tidak dipenuhi. Kini, bola panas ada di tangan Bupati Luwu dan aparat penegak hukum: apakah akan bertindak tegas, atau justru membiarkan ketidakadilan terus berlanjut? (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.