Jakarta – Dugaan praktik politik uang dalam pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari unsur DPD kembali mencuat. Mantan Staf Ahli DPD RI daerah pemilihan Sulawesi Tengah, yang akrab disapa Ifan, mengungkapkan adanya indikasi suap dalam proses pemilihan yang berlangsung pada 3 Oktober 2024 di Gedung Nusantara V DPR RI.
Ifan mengklaim memiliki sejumlah bukti, termasuk tangkapan layar percakapan WhatsApp dengan seorang senator berinisial RAA, yang mengaku menerima uang Rp200 juta dari dua pihak berinisial SBN dan FM pasca pemilihan. Tak hanya itu, Ifan juga menyebut nama lain yang diduga terlibat, yakni seseorang berinisial Akb.
Dalam keterangannya kepada salah satu anggota PPWI media pada Rabu lalu (12/2/2025), Ifan bahkan membeberkan bukti tambahan berupa kwitansi transfer dana ke rekening RAA serta rekaman video saat dirinya berada di ruang penukaran uang dolar ke rupiah. “Proses penukaran uang senilai 13.000 dolar AS dilakukan di Mall Pondok Indah 2, tepatnya di PT Berkah Wijojo Valasindo. Uang tersebut berada dalam amplop yang diberikan kepada saya dari RAA untuk ditukarkan,” ungkap Ifan dalam panggilan WhatsApp pada Jumat lalu (14/2/2025).
Atas temuannya ini, Ifan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden RI Prabowo Subianto segera mengusut kasus tersebut. Ia juga mengaku telah melayangkan laporan pengaduan kepada KPK pada 6 Desember 2024 dan berharap ada tindak lanjut secepatnya.
Namun, tudingan yang dilontarkan Ifan mendapat bantahan tegas dari Yefta Bakarbessy, aktivis dari Aliansi Masyarakat Pemuda Nusantara Merah Putih (AMPUH). Yefta, yang juga merupakan pendamping dan pengawal Senator DPD RI asal Papua Barat berinisial LD, menepis adanya praktik politik uang dalam pemilihan pimpinan DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI.
Saat diwawancarai media pada Minggu (16/2/2025), Yefta menegaskan bahwa selama ia mendampingi LD sejak akhir September hingga pertengahan Oktober 2024, ia tidak pernah melihat atau mendengar adanya transaksi suap dalam bentuk dolar. “Saya mendampingi langsung saat pelantikan anggota DPD RI periode 2024-2029 pada 1 Oktober 2024, hingga pemilihan pimpinan DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD. Tidak ada praktik politik uang seperti yang dituduhkan,” tegasnya.
Menurutnya, para senator DPD RI adalah sosok yang amanah dan berkomitmen memperjuangkan aspirasi rakyat. “Tuduhan ini hanya fitnah yang sengaja disebarkan untuk merusak kredibilitas anggota DPD RI dan lembaga DPD secara keseluruhan,” tambahnya.
Sebagai informasi, dalam pemilihan pimpinan DPD RI Oktober 2024, paket 2 terpilih sebagai pimpinan DPD, dengan susunan sebagai berikut:
– Ketua: Sultan Baktiar Najamudin (Bengkulu),
– Wakil Ketua: GKR Hemas (DIY), Yorrys Raweyai (Papua Barat), dan Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan),
– Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD: Abcandra Akbar Supratman, yang juga merupakan anak Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas.
Yefta menduga Ifan menyebarkan tudingan ini karena sakit hati dan ingin menjatuhkan kredibilitas senator DPD RI. “Kalau memang dia punya bukti, biarkan pihak berwenang yang menindaklanjuti. Tapi jangan asal menuding tanpa dasar yang jelas,” pungkasnya.
Polemik dugaan politik uang dalam pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari unsur DPD semakin memanas. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, memberikan tanggapannya terkait pernyataan Ifan, mantan staf ahli DPD RI dapil Sulawesi Tengah, yang mengungkap adanya suap kepada 95 senator dalam pemilihan pimpinan DPD RI pada 3 Oktober 2024.
Wilson menegaskan bahwa dirinya yakin informasi yang disampaikan Ifan benar dan faktual. “Yang disuap 95 orang, saya yakin informasi Irfan benar dan faktual. Mungkin anggota yang didampingi Yefta tidak masuk dalam 95 orang itu, jadi dia tidak tahu permainan di lembaga itu,” ujar Wilson dalam keterangannya kepada media melalui chat pribadinya, Minggu (16/2/2025).
Wilson juga menyoroti bahwa praktik politik uang bukan hanya terjadi di DPD RI, melainkan sudah menjadi budaya dalam dunia politik Indonesia, termasuk di DPR RI dan bahkan di tingkat daerah. “Jangankan jadi ketua, saat mau jadi anggota dewan saja mereka sudah main uang, apalagi untuk jadi pimpinan lembaga. Semuanya begitu, di DPR RI juga sama, termasuk di daerah-daerah. Uang jadi alat bargaining untuk jadi pimpinan,” tegasnya.
Tak hanya itu, Wilson juga menyindir bahwa praktik serupa juga terjadi di organisasi lain, termasuk dalam pemilihan ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). “PWI-nya Hendry Bangun juga main uang untuk jadi ketua, hahaha…” tambahnya dengan nada sarkastik.
Hingga berita ini diturunkan, diharapkan Badan (BK) DPD RI, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat mengusut dan memberikan tanggapan resmi terkait laporan Ifan. Sementara itu, beberapa senator DPD RI yang dikonfirmasi dapat menanggapi lebih jauh terkait dugaan tuduhan ini. (Tim/Red)
Catatan Redaksi :
Apabila ada pihak pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email media jalurlangit.id atau nomor handphone yang ada dalam box redaksi, terimakasih.