Jalurlangit.id || Baru – baru ini, dunia hukum di Padang Lawas Utara digemparkan oleh laporan pengaduan yang disampaikan oleh kuasa hukum korban SH dan LSS, yang mendalilkan adanya ketidakadilan dalam penanganan kasus pengeroyokan mereka.
Pengaduan ini diarahkan langsung kepada Komisi Kejaksaan (Komjak) RI dan Jaksa Agung RI, dengan tuduhan bahwa Kejaksaan Negeri Paluta (Kejari) serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melakukan kelalaian fatal dalam proses hukum yang seharusnya mengutamakan keadilan.
Kasus ini mencuat ketika tersangka RSS, yang semula ditahan, mendapati dirinya dibiarkan bebas setelah perkataannya yang kontroversial: “Uang yang mengatur semuanya, ada uang aman semua itu.”
Kasus Pengeroyokan yang Mengguncang Desa Sababangunan
Sebelumnya, Pada 29 Juni 2024 dan 28 Juli 2024, dua insiden pengeroyokan yang melibatkan korban SH dan LSS mengguncang Desa Sababangunan, Kabupaten Padanglawas Utara.
Kedua korban mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh sekelompok orang, yang diduga melibatkan tersangka RSS beserta rekan-rekannya, CIH, AH, SR, dan AAH.
LSS bersama adik dan ibunya dikeroyok dengan brutal oleh CIH, AH, dan SR di rumah mereka, setelah dipaksa untuk memasukkan sepeda motor ke dalam rumah.
Setelah kekerasan verbal yang tidak senonoh, serangan fisik dilancarkan. Begitu juga dengan SH yang dihadang oleh CIH dan RSS ketika pulang dari pesta pernikahan, dipukul hingga terjatuh setelah lemparan batu dari CIH.
Semua ini tercatat dalam laporan polisi dengan nomor LP/B/231/VI/2024 dan LP/B/267/VII/2024 yang dilaporkan oleh masing-masing korban ke Polres Tapsel.
Tanggapan Kuasa Hukum yang Kritis dan Menggugat Keadilan
Kasus ini tidak hanya menyisakan luka fisik bagi korban, tetapi juga luka dalam sistem hukum. RHa Hasibuan, S.H., selaku kuasa hukum korban, dengan tegas mengkritik keputusan Kejaksaan Negeri Paluta yang tidak menahan tersangka RSS.
Menurutnya, keputusan ini sangat mengganggu rasa keadilan, apalagi mengingat ancaman yang dilakukan tersangka terhadap nyawa korban yang jelas-jelas melanggar Pasal 170 KUHPidana tentang pengeroyokan.
Tersangka RSS yang semula ditahan di Rumah Tahanan Polres Tapsel sejak 15 Oktober 2024 hingga 13 Desember 2024, tiba-tiba saja bebas setelah diduga ditangguhkan penahanannya oleh Kejari Paluta.
Di tengah ketidakjelasan itu, perkataan tersangka RSS yang terdengar di masyarakat, “Uang yang mengatur semuanya, ada uang aman semua itu,” menambah kecurigaan adanya penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakberpihakan dalam penegakan hukum.
Pengaduan ke Komjak RI dan Jaksa Agung
Tidak hanya berhenti di sana, RHa Hasibuan beserta keluarga korban segera mengajukan pengaduan kepada Komjak RI dan Jaksa Agung, mengklaim adanya dugaan pelanggaran kode etik serta penyimpangan dalam prosedur hukum.
Dalam pengaduan tersebut, mereka mendesak agar Kepala Kejaksaan Paluta dan JPU yang menangani kasus ini diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Keputusan untuk tidak menahan tersangka RSS sungguh tidak layak, terutama mengingat tindak pidana yang dilakukan oleh RSS jelas membahayakan keselamatan orang lain,” ungkap RHa Hasibuan dengan tegas.
Dengan adanya tekanan publik dan ketidakpastian hukum yang terjadi, mereka pun menuntut agar hasil tindak lanjut dari Jaksa Agung diberitahukan secara transparan kepada pelapor.
Aksi Solidaritas dan Harapan untuk Keadilan
Tidak hanya keluarga korban dan tim penasihat hukum yang merasa kecewa, tetapi juga masyarakat yang peduli dengan keadilan.
Pada tanggal 20 Desember 2024, sekelompok mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam gerakan “Peduli Keadilan” menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
Koordinator aksi, Raynaldy Siregar, bersama dengan Koordinator Lapangan, Alpin Praja, menyerukan kepada Majelis Hakim untuk menanggapi dengan serius perkara ini yang kini telah menjadi perhatian publik.
“Masyarakat menuntut agar proses hukum tidak dimanipulasi. Tersangka RSS harus dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanpa ada intervensi uang atau kekuasaan,” tegas Raynaldy dalam orasinya.
Tegakkan Keadilan Tanpa Intervensi Eksternal
Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi aparat hukum untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas mereka.
Keputusan untuk menangguhkan penahanan tersangka yang jelas-jelas terlibat dalam tindak pidana pengancaman nyawa dan pengeroyokan ini menciptakan ketidakpercayaan terhadap sistem hukum.
Tidak ada tempat bagi permainan uang dalam hukum, terutama ketika nyawa seseorang dipertaruhkan. Kami berharap agar kasus ini dapat menjadi bukti bagi pentingnya penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih, “ungkap Koordinator aksi, Raynaldy Siregar.
Jika keadilan hanya bisa dibeli dengan uang, maka kita sebagai masyarakat perlu bertanya: Di mana lagi rasa aman yang dapat kita harapkan jika hukum sendiri tidak bisa menjamin keadilan,”tutupnya dalam Orasinya di depan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.(*)
Sumber : Kuasa Hukum Korban